Bagikan:

BANDUNG – Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Iwan Suryawan, menyoroti tantangan besar dalam pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2025. Meski Mahkamah Konstitusi telah memutuskan agar pendidikan dasar di sekolah swasta digratiskan, implementasinya dinilai belum jelas dan berpotensi menimbulkan persoalan di lapangan.

Menurut Iwan, keterbatasan daya tampung sekolah negeri masih menjadi masalah utama, terutama bagi masyarakat kurang mampu. Kondisi ini dikhawatirkan dapat mendorong peningkatan angka putus sekolah.

“Kalau kebijakan ini belum benar-benar diterapkan pada tahun ajaran 2025, orang tua yang tidak mampu akan kesulitan menyekolahkan anaknya. Padahal, Jawa Barat selalu menjadi barometer nasional. Jumlah sekolahnya paling banyak, dan polemiknya juga bisa tinggi,” ujarnya, Minggu 1 Juni.

Isu ini mengemuka setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-XXII/2024 yang mengabulkan sebagian uji materi terhadap Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam amar putusannya, MK menyatakan bahwa frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya" juga berlaku bagi sekolah swasta, bukan hanya sekolah negeri.

Ketua MK Suhartoyo menegaskan, pemerintah pusat dan daerah wajib menjamin pendidikan dasar gratis di semua jenis sekolah. Namun, MK juga memberi ruang bagi sekolah swasta untuk tetap memungut biaya, selama tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Bantuan pendidikan bagi siswa miskin pun hanya akan diberikan kepada sekolah swasta yang memenuhi kriteria tertentu.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyebut, pembatasan pembebasan biaya pendidikan hanya untuk sekolah negeri telah menimbulkan kesenjangan. Banyak siswa dari keluarga tidak mampu akhirnya harus membayar mahal di sekolah swasta karena tidak tertampung di sekolah negeri.

Iwan menilai putusan MK tersebut perlu segera ditindaklanjuti melalui penyesuaian kebijakan dan penganggaran, terutama untuk membantu pembiayaan siswa miskin di sekolah swasta.

"PPDB akan berlangsung hampir serentak, sementara daya tampung sekolah negeri terbatas. Pilihannya hanya dua: masuk sekolah swasta atau tidak sekolah sama sekali," katanya.

Data dari Dapodik Kemendikdasmen menunjukkan, dari total 19.628 SD di Jawa Barat, sebanyak 16.983 merupakan sekolah negeri dan 2.645 sekolah swasta. Di jenjang SMP, dari 6.169 sekolah, hanya 1.998 yang berstatus negeri. Artinya, semakin tinggi jenjang pendidikan, peluang masuk sekolah negeri makin kecil.

Sementara itu, kebijakan MK hanya berlaku untuk pendidikan dasar (SD dan SMP). Padahal, sebagian besar syarat kerja saat ini membutuhkan ijazah SMA atau SMK. Di Jawa Barat, terdapat 4.171 SMA dengan rincian 1.853 negeri dan 2.318 swasta, serta 2.924 SMK, di mana hanya 288 berstatus negeri.

Iwan juga menyoroti pentingnya pengawasan selama proses PPDB, termasuk mencegah praktik siswa titipan di sekolah favorit yang tak sesuai zonasi. Ia mendorong keterlibatan Dinas Pendidikan dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dalam proses verifikasi data calon siswa.

“Jangan sampai siswa yang berprestasi malah tersingkir karena praktik curang,” tegasnya.

Di tengah situasi ini, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyatakan komitmennya untuk menggratiskan pendidikan hingga jenjang SMA/SMK, baik di sekolah negeri maupun swasta.

“Target saya pendidikan minimal 12 tahun bagi seluruh anak di Jabar,” kata Dedi usai rapat dengan Badan Anggaran DPRD Jabar pada 22 Mei 2025.

Dedi menyebut percepatan pembangunan sekolah negeri dan pemberian subsidi kepada siswa miskin di sekolah swasta sebagai strategi utama.

"Kalau sekolah negeri sudah otomatis gratis. Tapi yang tidak tertampung dan berasal dari keluarga kurang mampu juga harus tetap bisa sekolah gratis di swasta," ucapnya.

Iwan mendukung langkah tersebut, namun menekankan pentingnya koordinasi erat antara pemerintah daerah dan pusat, serta penguatan regulasi dan anggaran di tingkat provinsi.

“Karena Jawa Barat punya jumlah penduduk dan sekolah terbanyak di Indonesia, maka keberhasilan atau kegagalannya akan jadi sorotan nasional,” pungkasnya.