JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantarkan satu tersangka kasus korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry, Adjie ke RS Polri Kramat Jati.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan pembantaran diawali dengan upaya penahanan terhadap pihak swasta tersebut. Adapun Adjie jadi tersangka bersama tiga orang lainnya, yakni mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi; mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan, Harry MAC; dan mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Muhammad Yusuf Hadi yang sudah lebih dulu ditahan.
“Benar, hari ini KPK menahan salah satu tersangka perkara ASDP,” kata Budi saat dikonfirmasi, Rabu, 11 Juni.
Budi menjelaskan pembantaran dilakukan karena kondisi Adjie. Tapi, dia tak memerinci lebih detail.
“Karena kondisi kesehatan yang bersangkutan saat ini dibantarkan,” tegasnya.
“Informasi selengkapnya besok kami update,” sambung Budi.
Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan empat tersangka dugaan korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero).
Mereka adalah mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi; mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan, Harry MAC; dan mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Muhammad Yusuf Hadi; dan Adjie selaku pemilik PT Jembatan Nusantara. Dari jumlah ini baru tiga yang ditahan.
Dalam kasus ini, KPK menyebut kelima tersangka terlah merugikan keuangan negara sebesar Rp893.160.000.000. Sejumlah kecurangan terjadi dalam proses SKU dan akuisisi itu, di antaranya adanya pertemuan antara Ira, Yusuf, dan Harry Muhammad untuk membahas nilai akuisisi.
Adapun nilai akhir yang disepakati adalah Rp1,272 triliun. Dengan rincian, Rp892 miliar untuk nilai saham termasuk penghitungan nilai 42 kapal milik PT JN dan sebesar Rp380 miliar untuk nilai 11 kapal afiliasi PT JN serta manajemen baru yang akan meneruskan utang PT JN.
Akibat perbuatannya, para tersangka disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.