Bagikan:

JAKARTA - Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR Mardani Ali Sera mengusulkan kepada pemerintah RI agar membentuk satuan tugas (Satgas) perlindungan warga negara Indonesia (WNI).

Ini perlu dilakukan menyusul adanya dua WNI yang ditahan buntut dari kebijakan imigrasi pemerintahan Presiden Donald Trump yang mengakibatkan aksi demonstrasi besar-besaran di Los Angeles, Amerika Serikat. 

Mardani meminta pemerintah untuk mendata status Warga Negara Indonesia (WNI) legal maupun ilegal. Ia juga meminta pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk terus memberi pendampingan hukum kepada WNI yang ditahan.

"Kita mesti hadir, menjaga dan mendukung diaspora para WNI kita," kata Mardani Ali Sera, Sabtu, 14 Juni. 

Mardani meminta pemerintah memberikan perlindungan maksimal bagi para WNI, mengingat kondisi AS kini sedang tidak baik-baik saja karena ke kebijakan Donald Trump yang keras.

"Mungkin perlu disiapkan para pengacara handal dan bekerja sama dengan komunitas lokal untuk mengatasi kebijakan imigrasi yang kontroversial tersebut,” tuturnya.

 

“Atau, perlu disiapkan satgas khusus untuk mengawal berbagai persoalan yang terjadi akibat kebijakan-kebijakan Trump yang terkadang tidak masuk akal. Ini untuk memastikan warga kita di AS mendapat perlindungan, khususnya diaspora yang sedang bermasalah hukum,” sambung Mardani.

Menurut Mardani, kebijakan Trump justru mengantarkan AS menuju pada jurang kematiannya. Sebab Amerika Serikat tak lagi menjadi negara di mana banyak etnis yang berkumpul melebur menjadi satu. Padahal selama ini, imigran di AS menjadi penggerak ekonomi negara adidaya itu.

"USA semakin menuju kematian, karena tidak lagi menjadi melting pot. Tidak lagi punya American Dream. Padahal imigran selama ini jadi motor pertumbuhan USA," ungkap Mardani.

Secara politik, lanjut Mardani, Indonesia menghadapi dilema diplomatik. Di satu sisi, Indonesia memiliki hubungan strategis dan ekonomi dengan Amerika Serikat, namun di sisi lain, prinsip-prinsip hak asasi manusia dan perlindungan warga negara asing yang kini dirusak oleh kebijakan imigrasi Trump.

Mardani pun menegaskan pemerintah Indonesia harus menyampaikan keprihatinan resmi melalui jalur diplomatik terhadap kebijakan imigrasi yang diskriminatif dan berdampak terhadap komunitas internasional, termasuk WNI.

Selain itu, Indonesia perlu membangun koalisi internasional dengan negara-negara lain di Global South atau negara-negara Muslim untuk memberikan tekanan moral kepada Pemerintah AS.

"Ketika krisis sosial dan politik di Amerika Serikat memanas akibat kebijakan eksklusif dan tidak manusiawi, Indonesia sebagai negara demokrasi dengan jumlah diaspora yang besar tidak boleh menjadi penonton pasif," ujar Mardani.

"Dunia sedang berubah, Indonesia harus menjadi bagian dari perubahan itu, dengan keberanian moral dan ketegasan politik yang dibutuhkan di zaman ini," pungkasnya.

Seperti diketahui, kebijakan imigrasi Presiden Donald Trump yang semakin keras telah memicu gelombang protes publik yang berujung pada kerusuhan dan ketegangan sosial yang meningkat. Setidaknya ada 21 kebijakan untuk membersihkan AS dari migral ilegal yang dikeluarkan Trump.

Mulai dari pemberian wewenang bagi otoritas keamanan untuk menangkap terduga migran ilegal di tempat-tempat umum, seperti di sekolah, gereja, rumah sakit, atau ketika berada di pengadilan. Kebijakan lainnya yang krusial ialah terkait penghapusan kewarganegaraan otomatis bagi bayi-bayi yang lahir di AS.

Aksi protes akibat kebijakan-kebijakan tersebut pun dibalas Trump dengan model operasi militer.

Trump bahkan mengerahkan 2.000 pasukan Garda Nasional untuk meredam demonstrasi yang terjadi di Los Angeles, pada Sabtu, 7 Juni, Gedung Putih menyebut pengerahan ini sebagai langkah untuk meredakan ‘pelanggaran hukum’ setelah aksi protes yang diwarnai kerusuhan.