Bagikan:

JAKARTA - Brasil tak pernah benar-benar bisa lepas dari nuansa militeristik. Narasi itu terjadi kala segenap rakyat Brasil memilih mantan perwira militer Angkatan Darat, Jair Bolsonaro jadi Presiden Brasil. Bolsonaro dianggap mampu membawa era perubahan.

Jauh panggang dari api. Bolsonaro justru memangkas supremasi sipil. Ia menghadirkan kembali nuansa militer masuk jajaran kabinet. Ia membolehkan jabatan-jabatan sipil diisi dari kalangan militer. Kondisi itu membuat pemerintahannya berjalan tak efektif dan amburadul.

Tak sedikit kisah pensiunan militer Angkatan Darat masuk politik. Jair Bolsonaro, salah satunya. Ia begitu mencintai kehidupan militer. Ia akan marah jika prajurit mulai disampingkan oleh negara. Ia pernah jadi perwira yang berisik kepada pemerintah urusan gaji tentara.

Ia berani mengambil risiko dibenci banyak atasannya karena berisik. Namun, keberaniannya membuat Bolsonaro populer di antara sesama perwira dan istri prajurit. Popularitas itu kian terlihat kala dirinya memilih banting setir dari militer ke dunia politik.

Ia mampu jadi Anggota Dewan Rio de Jeniero hingga Deputi Federal Rio de Janiero. Kariernya sebagai Deputi Federal berlangsung mulus. Kariernya awet dari 1991-2018. Bolsonaro pun kian nyaman di dunia politik. Ia mulai mendapatkan dukungan dari sana-sini.

Utamanya kala Bolsonaro mulai bergabung ke Partai Sosial Liberal yang berhaluan sayap kanan sedari 2018. Kehadiran Bolsonaro dianggap mampu memutus dominasi kekuasaan kaum sayap kiri. Bolsonaro pun bergerak menjadi kandidat kuat Presiden Brasil.

Ia ikut kontestasi politik Pilpres 2018. Ia mulai menjadikan Donald Trump – Presiden Amerika Serikat (AS) sebagai idolanya. Ragam kebijakan yang digelorakan Trump ikut pula jadi program utama Bolsonaro. Ia mulai mengambil isu konservatif jadi ajian penting kampanye.

Ia menolak keras hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Kristen Evangelis --termasuk LGBT. Ia berjanji membawa Brasil meraih pertumbuhan ekonomi. Ia berjanji pula menumpas kejahatan, korupsi, dan komunisme. Kondisi itu membuat Bolsonaro sering dijuluki sebagai Trump dari Brasil.

Puncaknya, Bolsonaro mampu mengalahkan lawannya yang berhaluan sayap kiri, Fernando Haddad. Bolsonaro meraih suara mayoritas dan berhak menjadi Presiden Brasil yang baru. kemenangannya disambut dengan suka cita. Ia pun dilantik pada awal Januari 2019.

"Untuk pertama kalinya kita akan memiliki presiden yang takut akan Tuhan dan benar-benar berhaluan kanan. Dia adalah presiden yang telah lama kita nantikan," ungkap pendukung Bolsanaro, Fernando Pereira sebagaimana dikutip Tom Philips laman The Guardian berjudul Jair Bolsonaro Declared Brazil's Next President (2018).

Militer Kuasai Jabatan Sipil

Kehadiran Bolsonaro sebagai Presiden Brasil disambut dengan suka cita. Segenap rakyat Brasil menganggapnya akan membawa banyak perubahan, dari urusan ekonomi hingga pembangunan. Mereka pun menanti-nanti kebijakan Bolsonaro.

Masalah muncul. Bolsonaro kerap merindukan masa-masa kediktatoran militer Brasil pada era 1964-1985. Isu-isu Bolsonaro akan menginjak-injak demokrasi berhembus tajam. Narasi itu sebagian mulai terlihat kala Bolsonaro meramu jajaran kabinetnya – dari menteri hingga tenaga ahli.

Bolsonaro tak terlalu mempercayai kekuasaan kepada partainya. Ia memilih memperkuat kuasanya dengan mengangkat enam ribu perwira militer ke berbagai macam posisi yang sebelumnya diisi oleh sipil. Ia menganggap perwira militer mampu mengisi jabatan level tinggi hingga rendah.

Ia juga menempatkan jenderal militer untuk menduduki posisi penting perusahaan milik negara. Jumlah itu kian bertambah kala 2020 – setengah posisi menteri di pemerintahannya mulai dijabat militer. Bolsonaro percaya pelibatan militer akan membawa banyak manfaat bagi rakyat Brasil.

Ia menilai militer punya keterampilan teknis dan logistik yang mumpuni. Andil itu dianggap bisa menyukseskan ragam proyek nasional. Ambil contoh pembangunan infastruktur. Alih-alih mendapatkan sambutan hangat, pelibatan militer masuk jabatan sipil tak efektif.

Banyak di antara anggota militer yang masuk pemerintahan tak punya keterampilan mumpuni. Akibatnya banyak pekerjaan yang amburadul. Apalagi, kala pandemi COVID-19 melanda sedari 2020. Seorang jenderal tak latar belakang kesehatan macam Eduardo Pazuello dipilih jadi Menteri Kesehatan.

Jair BOlsonaro merupakan Presiden Brasil yang dikenal dekat dengan kalangan militer karena dia mantan tentara. (Wikimedia Commons)

Pemilihan itu bawa petaka bagi rakyat Brasil. Pemerintah gagal memutus mata rantai pandemi COVID-19. Masalah baru muncul. Angka penularan dan kematian karena virus meningkat tajam. Belum lagi urusan militer hanya dijadikan alat untuk memuluskan investasi belaka.

Banyak wilayah masyarakat adat di kawasan sungai Amazon dipaksa berubah jadi industri pertambangan. Suku asli Brasil macam Yanomami jadi korban. Mereka dipaksa keluar dari hutan dan segera menyesuaikan diri dengan kemajuan zaman.

Kondisi itu membuat Bolsonaro kian dikecam dunia. Belakangan gambaran kekuasaan Bolsonaro yang militeristik tak membawa kemajuan yang signifikan bagi Brasil. Kondisi itu terus berlangsung hingga Bolsonaro lengser pada 2023.

“Tidak ada negara di dunia yang mempunyai hak moral untuk membicarakan Amazon. Mereka seperti menghancurkan ekosistemnya sendiri. Anda ingin masyarakat adat terus hidup seperti manusia prasejarah yang tidak memiliki akses terhadap teknologi, ilmu pengetahuan, informasi, dan keajaiban modernitas?”

“Masyarakat adat ingin bekerja, ingin berproduksi. Namun, tidak bisa. Mereka hidup terisolasi di daerahnya seperti manusia gua. Apa yang dilakukan sebagian besar pers asing terhadap Brasil dan terhadap orang-orang ini adalah sebuah kejahatan,” ungkap Bolsonaro sebagaimana dikutip Dom Philips dalam tulisannya di laman The Guardian berjudul Bolsonaro Declares 'The Amazon is Ours' and Calls Deforestation Data 'Lies' (2019).